REVIEW UU HAK CIPTA, UU PATEN, UU DESAIN INDUSTRI DAN UU MEREK INDIKASI GEOGRAFIS
UU HAK CIPTA
Di negara Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang
Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah
"hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"
(pasal 1 butir 1).
Hak cipta
di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak
moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau
pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa
pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan
Hak Cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah
hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Indonesia
mengalami banyak perubahan dalam Undang-Undang mengenai Hak Cipta.
Sejak UU Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta, UU Nomor 7 tahun 1987
tentang Perubahan UU 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta, UU Nomor 12 tahun 1987
tentang Perubahan UU Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 7 tahun 1987 tentang Perubahan UU 6 tahun 1982 tentang
Hak Cipta, kemudian dicabut dan diubah dengan UU Nomor 19 tahun 1982 tentang
Hak Cipta, dan terakhir hingga saat sekarang ini adalah UU Nomor 28 tahun 2014
tentang Hak Cipta.
UU Nomor 28 tahun
2014 tentang Hak Cipta secara umum mengatur tentang:
- Pelindungan Hak Cipta dilakukan dengan waktu
lebih panjang sejalan dengan penerapan aturan di berbagai negara sehingga
jangka waktu pelindungan Hak Cipta di bidang tertentu diberlakukan selama
hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal
dunia.
- Pelindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi
para Pencipta dan/atau Pemilik Hak Terkait, termasuk membatasi pengalihan
hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat).
- Penyelesaian sengketa secara efektif melalui
proses mediasi, arbitrase atau pengadilan, serta penerapan delik aduan
untuk tuntutan pidana.
- Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab
atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait
di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya.
- Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud
dapat dijadikan objek jaminan fidusia.
- Menteri diberi kewenangan untuk menghapus Ciptaan
yang sudah dicatatkan, apabila Ciptaan tersebut melanggar norma agama,
norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait
menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau
Royalti.
- Pencipta dan/atau pemilik Hak Terkait mendapat
imbalan Royalti untuk Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dibuat dalam
hubungan dinas dan digunakan secara komersial.
- Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi
menghimpun dan mengelola hak ekonomi Pencipta dan pemilik Hak Terkait
wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri.
- Penggunaan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam sarana
multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
UU PATEN
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya genetik dan
pengetahuan tradisional yang sering dimanfaatkan oleh Inventor dalam maupun
luar negeri untuk menghasilkan Invensi yang baru. Oleh karena itu, dalam
Undang-Undang ini terdapat pengaturan mengenai penyebutan secara jelas dan
jujur bahan yang digunakan dalam Invensi jika berkaitan dan/atau berasal dari
sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional tersebut dalam deskripsi.
Walaupun dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pelaksanaan
Paten telah berjalan, namun terdapat substansi yang sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum, baik nasional maupun internasional dan belum diatur
sesuai dengan standar dalam Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property
Rights) selanjutnya disebut persetujuan TRIPs, sehingga perlu melakukan
penggantian. Pendekatan revisi Undang-Undang Paten:
- optimalisasi kehadiran negara dalam pelayanan
terbaik pemerintah di bidang kekayaan intelektual;
- keberpihakan pada kepentingan Indonesia tanpa
melanggar prinsip-prinsip internasional;
- mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan mendorong
Invensi nasional di bidang teknologi untuk mewujudkan penguatan teknologi;
dan
- membangun landasan Paten nasional melalui
pendekatan sistemik realisme hukum pragmatis (pragmatic Legal Realism).
Urgensi perubahan
Undang-Undang Paten antara lain:
- Penyesuaian dengan sistem otomatisasi
administrasi kekayaan intelektual karena terkait dengan mekanisme
pendaftaran Paten dapat diajukan secara elektronik;
- Penyempurnaan ketentuan pemanfaatan Paten oleh
Pemerintah;
- Pengecualian atas tuntutan pidana dan perdata
untuk impor paralel (parallel import) dan provisi bolar (bolar provision);
- Invensi berupa penggunaan kedua dan selanjutnya (second
use dan second medical use) atas Paten yang sudah habis masa pelindungan (public
domain) tidak diperbolehkan;
- Imbalan bagi peneliti Aparatur Sipil Negara sebagai
inventor dalam hubungan dinas dari hasil komersialisasi Patennya;
- Penyempurnaan ketentuan terkait Invensi baru dan
langkah inventif untuk publikasi di Perguruan Tinggi atau lembaga ilmiah
nasional;
- Paten dapat dijadikan objek jaminan fidusia;
- Menambah kewenangan Komisi Banding Paten untuk
memeriksa permohonan koreksi atas deskripsi, klaim, atau gambar setelah
Permohonan diberi paten dan penghapusan Paten yang sudah diberi;
- Paten dapat dialihkan dengan cara wakaf.
- Ketentuan tentang pengangkatan dan pemberhentian
ahli oleh Menteri sebagai Pemeriksa;
- Adanya mekanisme masa tenggang terkait pembayaran
biaya tahunan atas Paten;.
- Pengaturan mengenai force majeur dalam
pemeriksaan administratif dan substantif Permohonan;
- Pengaturan ekspor dan impor terkait
Lisensi-wajib;
- Terdapat mekanisme mediasi sebelum dilakukannya
tuntutan pidana;
- Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada industri
nasional untuk memanfaatkan Paten yang telah berakhir masa pelindungannya
secara optimal dan lepas dari tuntutan hukum dan kewajiban membayar
Royalti; dan
- Pemberian Lisensi-wajib atas permintaan negara
berkembang (developing country) atau negara belum berkembang (least
developed country) yang membutuhkan produk farmasi yang diberi Paten di
Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi, dan
produk farmasi tersebut dimungkinkan diproduksi di Indonesia, untuk
diekspor ke negara tersebut. Sebaliknya pemberian Lisensi-wajib untuk
mengimpor pengadaan produk farmasi yang diberi Paten di Indonesia namun
belum mungkin diproduksi di Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit
yang sifatnya endemi.
UU DESAIN
INDUSTRI
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
menyebutkan bahwa Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua
dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas
industri, atau kerajinan tangan. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam
Desain Industri antara lain:
Pendesain: seseorang
atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri.
Hak Desain
Industri: Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pendesain atas
hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau
memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Lingkup Desain
Industri
a. Desain
Industri yang Dilindungi
Hak desain
industri diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu apabila pada tanggal
penerimaan permohonan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan
sebelumnya.
b. Desain
Industri yang Tidak Dilindungi
Hak desain
industri tidak dapat diberikan apabila suatu desain industri bertentangan
dengan:
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Ketertiban umum;
- Agama; atau
Bentuk dan Lama
Perlindungan
Bentuk
perlindungan yang diberikan kepada Pemegang Hak Desain Industri adalah hak
eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan berhak
melarang pihak lain tanpa persetujuannya untuk membuat, memakai, menjual,
mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang telah diberikan Hak
Desain Industrinya. Sebagai pengecualian, untuk kepentingan pendidikan
sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Hak Desain
Industrinya, pelaksanaan hal-hal di atas tidak dianggap pelanggaran.
Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan.
Pelanggaran dan
Sanksi
Barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor
dan mengedarkan barang yang diberi hak desain industri tanpa persetujuan,
dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Tindak pidana dalam desain industri
merupakan delik aduan.
Pendaftaran
Desain Industri
Untuk memperoleh
perlindungan Desain Indutsri, suatu kreasi harus didaftarkan ke Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-Dephuk
& HAM).
UU MEREK DAN
INDIKASI GEOGRAFIS
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi
dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau
lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh
orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu
barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor
alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan
reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang
dihasilkan. Merek dan Indikasi Geografis diatur dengan UU Nomor 20 tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Pengaruh globalisasi di segala bidang kehidupan masyarakat, baik di bidang
sosial, ekonomi, maupun budaya semakin mendorong laju perkembangan perekonomian
masyarakat. Di samping itu, dengan semakin meningkatnya perkembangan teknologi
informasi dan sarana transportasi, telah menjadikan kegiatan di sektor
perdagangan baik barang maupun jasa mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Kecenderungan akan meningkatnya arus perdagangan barang dan jasa tersebut akan
terus berlangsung secara terus menerus sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
nasional yang semakin meningkat. Dengan memperhatikan kenyataan dan
kecenderungan seperti itu, menjadi hal yang dapat dipahami jika ada tuntutan
kebutuhan suatu pengaturan yang lebih memadai dalam rangka terciptanya suatu
kepastian dan pelindungan hukum yang kuat. Apalagi beberapa negara semakin
mengandalkan kegiatan ekonomi dan perdagangannya pada produk yang dihasilkan
atas dasar kemampuan intelektualitas manusia. Mengingat akan kenyataan
tersebut, Merek sebagai salah satu karya intelektual manusia yang erat
hubungannya dengan kegiatan ekonomi dan perdagangan memegang peranan yang
sangat penting.
Kegiatan perdagangan barang dan jasa melintasi batas wilayah negara. Oleh
karena itu mekanisme pendaftaran Merek internasional menjadi salah satu sistem
yang seharusnya dapat dimanfaatkan guna melindungi Merek nasional di dunia
internasional. Sistem pendaftaran Merek internasional berdasarkan Protokol Madrid
menjadi sarana yang sangat membantu para pelaku usaha nasional untuk
mendaftarkan Merek mereka di luar negeri dengan mudah dan biaya yang
terjangkau.
Di samping itu pula, keikutsertaan Indonesia meratifikasi Konvensi tentang
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang
mencakup pula persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang dari Hak Kekayaan
Intelektual/HKI (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights/TRIPs)
sebagaimana telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), telah menuntut Indonesia untuk
mematuhi dan melaksanakan isi dari perjanjian internasional tersebut.
Ratifikasi dari peraturan tersebut mendorong keikutsertaan Indonesia dalam
meratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi
Paris) yang telah disahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997
dan Trademark Law Treaty (Traktat Hukum Merek) yang disahkan dengan
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997. Perjanjian internasional tersebut
menjadikan adanya kewajiban bagi Indonesia untuk menyesuaikan Undang-Undang
Merek yang berlaku dengan ketentuan dalam perjanjian internasional yang telah
diratifikasi tersebut.
Salah satu perkembangan di bidang Merek adalah munculnya pelindungan
terhadap tipe Merek baru atau yang disebut sebagai Merek nontradisional. Dalam
Undang-Undang ini lingkup Merek yang dilindungi meliputi pula Merek suara,
Merek tiga dimensi, Merek hologram, yang termasuk dalam kategori Merek
nontradisional tersebut. Selanjutnya, beberapa penyempurnaan untuk lebih
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Pemohon Merek. Untuk lebih memudahkan
bagi Pemohon dalam melakukan pendaftaran Merek perlu dilakukan beberapa revisi
atau perubahan berupa penyederhanaan proses dan prosedur pendaftaran Merek.
Adanya pengaturan tentang persyaratan minimum Permohonan akan memberikan
kemudahan dalam pengajuan Permohonan dengan cukup mengisi formulir Permohonan,
melampirkan label atau contoh Merek yang dimohonkan pendaftaran, dan membayar
biaya Permohonan. Dengan memenuhi kelengkapan persyaratan minimum Permohonan
tersebut, suatu Permohonan Merek akan diberikan Tanggal Penerimaan atau filing
date.
Perubahan terhadap alur proses pendaftaran Merek dalam Undang-Undang ini
dimaksudkan untuk lebih mempercepat penyelesaian proses pendaftaran Merek.
Dilaksanakannya pengumuman terhadap Permohonan sebelum dilakukannya pemeriksaan
substantif dimaksudkan agar pelaksanaan pemeriksaan substantif dapat dilakukan
sekaligus jika ada keberatan dan/atau sanggahan sehingga tidak memerlukan
pemeriksaan kembali.
Berkenaan dengan
Permohonan perpanjangan pendaftaran Merek, pemilik Merek diberi kesempatan
tambahan untuk dapat melakukan perpanjangan pendaftaran Mereknya sampai 6
(enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu pendaftaran Merek. Ketentuan ini
dimaksudkan agar pemilik Merek terdaftar tidak dengan mudah kehilangan Hak atas
Mereknya sebagai akibat adanya keterlambatan dalam mengajukan perpanjangan
pendaftaran Merek.
Selain itu, untuk lebih memberikan pelindungan hukum terhadap pemilik Merek
terdaftar dari adanya pelanggaran Merek yang dilakukan oleh pihak lain, sanksi
pidana terhadap pelanggaran Merek tersebut diperberat khususnya yang mengancam
kesehatan manusia, lingkungan hidup, dan dapat mengakibatkan kematian.
Mengingat masalah Merek terkait erat dengan faktor ekonomi, dalam Undang-Undang
ini sanksi pidana denda diperberat.
Salah satu hal
yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah tentang Indikasi Geografis,
mengingat Indikasi Geografis merupakan potensi nasional yang dapat menjadi
komoditas unggulan, baik dalam perdagangan domestik maupun internasional. Oleh
karena itu, Undang-Undang ini ditetapkan dengan nama Undang-Undang Merek dan
Indikasi Geografis.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta_di_Indonesia
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-20-2016-merek-indikasi-geografis
Comments
Post a Comment